Pakar Siber Minta Masyarakat Berdoa Agar Tidak Disalahgunakan, Usai Data Pribadi Bocor

- 10 September 2022, 20:19 WIB
Ilustrasi kebocoran data sebagai salah satu kejahatan dunia cyber.
Ilustrasi kebocoran data sebagai salah satu kejahatan dunia cyber. /Pixabay/kalhh



kliksumbawabesar.com - Pakar Keamanan Siber sekaligus Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyebut bahwa tidak ada yang bisa dilakukan oleh korban kebocoran data pribadi selain berdoa agar tak disalahgunakan.

"Tidak ada cara lain yang harus kita lakukan adalah berdoa jangan sampai disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana penipuan,"kata Ardi dalam diskusi polemik MNC Trijaya yang disiarkan secara daring, Sabtu,(10/09/2022).

Seperti diketahui, dugaan kebocoran data berturut-turut dialami oleh sejumlah perusahaan swasta hingga pemerintah.

Mulai dari kasus KPU muncul, juga ramai pembobolan data pengguna PLN, SIM card, hingga PesuliLindungi.

Baca Juga: Hacker Bjorka Kembali Lancarkan Aksinya, Klaim akan Jadikan Presiden Jokowi Target Selanjutnya

Sedangkan pada 2021 dan 2020 juga muncul pembobolan data BPJS, e-Hac, indiHome, BRI Life, laporan KPAI, Bank Jatim, database Polri, Facebook, Cermati, Lazada, Tokopedia hingga sertifikat vaksin Presiden Joko Widodo.

Ardi melihat hal tersebut bukanlah hal yang baru dan sudah terjadi dalam waktu yang lama.

Maraknya kebocoran data ini pun menandakan bahwa Indonesia tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan teknologi.

"Pada saat itu sudah kelihatan sekali bahwa kita tidak berdaya menghadapi perkembangan teknologi-teknologi peretasan atau penyadapan,"ujarnya.

Menurutnya satu hal sisi dari keamanan cyber itu adalah tergantung pada ketahanan fisik manusia dalam memantau peretasan tersebut.

Baca Juga: Shin Tae Yong Tiba-Tiba Ngamuk dan Marah Besar, Ternyata Lakukan Hal Ini

Sebab peretas, lanjutnya adalah adalah manusia paling sabar karena mereka sabar untuk melihat celah-celah, seluk beluk dari kulit data agar bisa melakukan peretasan.

"Sekarang kita tahu SDM keamanan cyber sangat terbatas jumlahnya bukan Indonesia saja tapi global saat ini posisi sekitar 3 juta posisi yang belum terisi sepenuhnya,"ujar dia.

Walaupun negara telah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sejak tahun 2017, menurutnya hal itu belum cukup untuk mengejar ketertinggalan dalam keamanan siber di Indonesia ***.

Editor: Ahmad Badar

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x